Pada even pameran batik di Jakarta maupun di
kota lain seringkali pengunjung menanyakan kepada saya “Apa sih
keunggulan batik Trusmi atau batik Cirebonan dibanding dengan
batik-batik yang berasal dari daerah lain?”.
Menurut
pendapat saya bahwa pada dasarnya batik-batik yang dihasilkan oleh
sentra-sentra kerajinan batik di berbagai daerah pada umumnya
bagus-bagus serta memiliki corak motif batik yang beragam. Dengan
demikian sifat khas dan keunikan batik-batik daerah tersebut tidak bisa
dikatakan batik yang satu lebih baik dari daerah lainnya. Keunikan motif
serta corak yang dihasilkan dari batik-batik di berbagai daerah
merupakan kekuatan dan kekayaan yang sangat luar biasa, khususnya bagi
kebudayaan batik Indonesia.
Belum
ada di negara manapun yang memiliki kekayaan desain motif batik seperti
yang di miliki oleh bangsa Indonesia. Yang sangat membanggakan kita
semua adalah, pada tiap-tiap daerah memiliki desain serta motif-motif
yang khas dengan penamaan motif yang menggunakan bahasa daerahnya
masing-masing. Misalnya saja motif batik dari Aceh ada Pintu Aceh, Cakra
Doenya, Bungong Jeumpa. Dari Riau ada Itik Pulang Petang, Kuntum
Bersanding, Awan Larat dan Tabir. Batik dari Jawa diantaranya Jelaprang
(Pekalongan), Sida Mukti, Sida Luhur (Solo), Patran Keris, Paksinaga
Liman, Sawat Penganten (Cirebon), dll.
Untuk
mengetahui tentang bukti banyaknya kekayaan desain motif-motif batik
Indonesia contoh yang paling sederhana bisa dilihat di wilayah Jawa
Barat, di wilayah ini terdapat puluhan sentra batik diantaranya dari
wilyah paling Timur ada Cirebon, wilayah bagian Utara ada Indramayu,
kemudian ke arah bagian Barat dan Selatan terdapat Kabupaten Ciamis,
Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, Kabupaten Garut.Walaupun masih dalam
satu propinsi dan kultur budaya yang sama (budaya Sunda), namun bisa
kita temui adanya perbedaan motif dan ragam hias batik yang jauh berbeda
antara satu kabupaten dengan kabupaten lainnya. Seperti pada daerah
Cirebon dengan Indramayu memiliki karakter dan desain motif yang
berbeda, terlebih lagi antara daerah Cirebon dan Garut memiliki
perbedaan motif, corak serta ragam hias yang sangat signifikan
perbedaannya. Perbedaan itu dipengaruhi oleh kultur budaya dan tingkat
keahlian dari para pengrajin batiknya. Bahan-bahan yang digunakan untuk
membuat batik relatif sama baik dari bentuk canting, bentuk cap maupun
jenis lilinnya. Namun ketika proses produksi berjalan ada kalanya
kondisi unsur air tanah dengan kualitas PH yang berbeda-beda bisa
mempengaruhi hasil pewarnaan akhir. Demikian pula dengan sifat kesabaran
dan keuletan pengrajin batik di tiap-tiap daerah, juga akan bisa
mempengaruhi kualitas akhir batik yang dihasilkannya.
Daerah
sentra produksi batik Cirebon berada di desa Trusmi Plered Cirebon yang
konon letaknya di luar Kota Cirebon sejauh 4 km menuju arah barat atau
menuju arah Bandung. Di desa Trusmi dan sekitarnya terdapat lebih dari
1000 tenaga kerja atau pengrajin batik. Tenaga kerja batik tersebut
berasal dari beberapa daerah yang ada di sekitar desa Trusmi, seperti
dari desa Gamel, Kaliwulu, Wotgali dan Kalitengah.
Secara
umum batik Cirebon termasuk kedalam kelompok batik Pesisiran, namun
juga sebagian batik Cirebon termasuk dalam kelompok batik keraton. Hal
ini dikarenakan Cirebon memiliki dua buah keraton yaitu Keratonan
Kasepuhan dan Keraton Kanoman, yang konon berdasarkan sejarah dari dua
keraton ini muncul beberapa desain batik Cirebonan Klasik yang hingga
sekarang masih dikerjakan oleh sebagian masyarakat desa Trusmi
diantaranya seperti motif Mega Mendung, Paksinaga Liman, Patran Keris,
Patran Kangkung, Singa Payung, Singa Barong, Banjar Balong, Ayam Alas,
Sawat Penganten, Katewono, Gunung Giwur, Simbar Menjangan, Simbar Kendo
dan lain-lain.
Beberapa hal penting yang bisa dijadikan keunggulan atau juga merupakan ciri khas yang dimiliki oleh batik Cirebon adalah sbb:
a.Desain
batik Cirebonan yang bernuansa klasik tradisional pada umumnya selalu
mengikut sertakan motif wadasan (batu cadas) pada bagian-bagian motif
tertentu. Disamping itu terdapat pula unsur ragam hias berbentuk awan
(mega) pada bagian-bagian yang disesuaikan dengan motif utamanya.
b.Batik
Cirebonan klasik tradisional selalu bercirikan memiliki warna pada
bagian latar (dasar kain) lebih muda dibandingkan dengan warna garis
pada motif utamanya.
c.Bagian
latar atau dasar kain biasanya nampak bersih dari noda hitam atau
warna-warna yang tidak dikehendaki pada proses pembuatan. Noda dan warna
hitam bisa diakibatkan oleh penggunaan lilin batik yang pecah, sehingga
pada proses pewarnaan zat warna yang tidak dikehendaki meresap pada
kain.
d.Garis-garis
motif pada batik Cirebonan menggunakan garis tunggal dan tipis (kecil)
kurang lebih 0,5 mm dengan warna garis yang lebih tua dibandingkan
dengan warna latarnya. Hal ini dikarenakan secara proses batik Cirebon
unggul dalam penutupan (blocking area) dengan menggunakan
canting khusus untuk melakukan proses penutupan, yaitu dengan
menggunakan canting tembok dan bleber (terbuat dari batang bambu yang
pada bagian ujungnya diberi potongan benang-benang katun yang tebal
serta dimasukkan pada salah satu ujung batang bambu).
e.Warna-warna
dominan batik Cirebonan klasik tradisional biasanya memiliki warna
kuning (sogan gosok), hitam dan warna dasar krem, atau berwarna merah
tua, biru tua, hitam dengan dasar warna kain krem atau putih gading.
f.Batik
Cirebonan cenderung memilih sebagian latar kainnya dibiarkan kosong
tanpa diisi dengan ragam hias berbentuk tanahan atau rentesan (ragam
hias berbentuk tanaman ganggeng). Bentuk ragam hias tanahan atau
rentesan ini biasanya digunakan oleh batik-batik dari Pekalongan.
Masih
dengan batik Cirebonan, namun mempunyai ciri yang berbeda dengan yang
sebelumnya yaitu kelompok batik Cirebonan Pesisiran. Batik Cirebonan
Pesisiran sangat dipengaruhi oleh karakter masyarakat pesisiran yang
pada umumnya memiliki jiwa terbuka dan mudah menerima pengaruh budaya
asing. Perkembangan pada masa sekarang, pewarnaan yang dimiliki oleh
batik Cirebonan lebih beraneka warna dan menggunakan unsur-unsur warna
yang lebih terangdan cerah, serta memiliki bentuk ragam hias yang bebas
dengan memadukan unsur binatang dan bentuk-bentuk flora yang beraneka
rupa.
Pada daerah sekitarpelabuhan biasanya banyak orang asing yang singgah, berlabuh hingga terjadi perkawinan etnis yang berbeda (asimilasi),
maka batik Cirebonan Pesisiran lebih cenderung menerima pengaruh budaya
dari luar yang dibawa oleh pendatang. Sehingga batik Cirebon yang satu
ini lebih cenderung untuk bisa memenuhi atau mengikuti selera konsumen
dari berbagai daerah (lebih kepada pemenuhan komoditas perdagangan dan
komersialitas), sehingga warna-warna batik Cirebonan Pesisiran lebih
atraktif dengan menggunakan banyak warna. Produksi batik Cirebonan pada
masa sekarang terdiri dari batik Tulis, batik Cap dan batik kombinasi
tulis cap. Pada tahun 1990 – 2000 ada sebagian masyarakat pengrajin
batik Cirebonan yang memproduksi kain bermotif batik Cirebonan dengan
teknik sablon tangan (hand printing), namun belakangan ini
teknik sablon tangan hampir punah, dikarenakan kalah bersaing dengan
teknik sablon mesin yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang lebih
besar. Pertumbuhan batik Trusmi nampak bergerak dengan cepat mulai tahun
2000, hal ini bisa dilihat dari bermunculan showroom-showroom batik
yang berada di sekitar jalan utama desa Trusmi dan Panembahan. Pemilik
showroom batik Trusmi hampir seluruhnya dimiliki oleh masyarakat Trusmi
asli walaupun ada satu atau dua saja yang dimiliki oleh pemilik modal
dari luar Trusmi.
0 komentar:
Post a Comment