Dewan Pendidikan: PPDB Harus Patuhi Jumlah Rombel

un imyKESAMBI- Dewan Pendidikan  Kota Cirebon mengambil sikap terkait pelaksanaan PPDB online 2013. Usai rapat internal di kantor setempat di Jl Pemuda, kemarin (13/6), DP merumuskan sembilan poin penting untuk pelaksanaan PPDB. Semua poin itu menjurus pada pelaksanaan PPDB yang cerdas dan bersih.
Ketua DP Kota Cirebon Drs H Abdul Rozak mengatakan, DP tak ingin melihat keterlibatan para pencari keuntungan PPDB. Pihaknya menginginkan tidak ada lagi pelaksanaan PPDB jilid dua. “Sekolah harus mematuhi rombel dan kuota. Kalau sudah pas, ya sudah. Jangan ada ini dan itu. Rombel seharusnya diumumkan secara luas agar semua pihak tahu,” ujarnya kepada Radar.
Bila ada masalah dalam pelaksanaan PPDB, Abdul Rozak mengatakan kalau disdik sebagai pihak pertama yang harus bertanggung jawab. “Kita tidak menolerir atau zero toleransi untuk siapa pun baik atas nama orang tua, atau organisasi apa pun yang ingin melanggar dan menjadi pemaksa kehendak. Jangan sampai ada intervensi pada pelaksanaan PPDB ini,” lanjutnya. Tidak hanya itu, poin penting yang disoroti oleh DP adalah kursi untuk keluarga miskin.
Dikatakannya, sesuai dengan PP 17 Tahun 2010, keluarga miskin harus diakomodasi dan difasilitasi dengan baik. Pihaknya akan sangat menghargai bila wali kota bisa memberikan 20 persen kursi belajar di SMP-SMA untuk anak-anak dari keluarga miskin. Dan untuk itu disdik juga harus memastikan berapa rombel di setiap sekolah pelaksanan. Selain rombel, jumlah rasio siswa per kelas juga harus menjadi perhatian utama.
Jangan sampai ada satu kelas yang berisikan lebih dari 40 siswa. “Yang melanggar rombel harus ditindak. Yang paling utama lagi, bapak wali kota harus betul-betul memelototi siapa pelanggar berat ini,” lanjutnya. Dia pun meminta agar kepala sekolah tidak takut untuk memberikan laporan apabila ada oknum atau pihak-pihak yang memaksakan kehendak. Untuk itu, dikatakan Rozak, terhitung sejak tanggal 23 Juni, DP akan membuka posko pelayanan dan pengaduan PPDB. Dalam posko tersebut masyarakat bisa mendapatkan informasi PPDB, termasuk melakukan pengaduan atas keganjilan PPDB. “Kita akan kawal secara ketat PPDB ini,” tukasnya.
Tahun ini, DP akan lebih ketat dalam mengawal PPDB. Karena, kata dia, pada pelaksanaan tahun lalu DP seolah ditinggalkan dan tidak dilibatkan pada saat pelaksanaan dan sesudah PPDB dijalankan. Termasuk saat detik-detik penentuan kran PPDB jilid dua dibuka. “Tahun lalu kami ditinggalkan dan tidak dilibatkan. Pra pelaksanaan dilibatkan, namun selanjutnya tidak. Tapi tahun ini kami akan berusaha maksimal mengawasi PPDB,” tukasnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Cirebon Andi Riyanto Lie SE mengatakan sekolah hendaknya mematuhi rombel yang akan ditetapkan di perwali. “Ya harus sesuai dengan rombel untuk PPDB kali ini. Kita akan minta Pak wali tegas terhadap disdik dan kepsek yang tidak menaati perwali. Wibawa wali kota akan ke mana kalau perwali saja dilanggar oleh bawahannya. Dan ini harus disikapi,” ujarnya, kemarin.
Lebih lanjut dikatakan Andi, ada banyak cara untuk mengatasi mereka yang memaksakan kehendak. Untuk pejabat di lingkungan pemerintah atau DPRD bisa dengan menandatangani DPRD. Dan untuk di luar itu bisa dengan penjagaan dari pihak kepolisian. “Dan ini sudah masuk agenda komisi C untuk rakor pelaksanaan PPDB online dengan disdik dan kepolisian,” lanjutnya.
Terpisah Kepala SMAN 2 Cirebon Suroso SPd MPd mengatakan, pihaknya siap melaksanakan PPDB sesuai dengan aturan yang ada. Untuk jumlah rombel sendiri, SMAN 2 Cirebon membuka 9 kelas. Yang artinya, 9 kelas dikalikan 40 siswa berarti 360 siswa. “Sudah kami laporkan pada dinas pendidikan bahwa kami membuka 9 kelas atau rombel untuk peserta didik baru. Itu artinya sekitar 360 siswa,” ujarnya.
Sementara itu, pro kontra penghapusan kuota 90 persen bagi warga kota dan 10 persen warga luar kota, ditanggapi Wakil Ketua PAC PDIP Kecamatan Pekalipan, Agus Amino. Kuota warisan Subardi itu, kata Agus Amino, karena saat itu pemkot ingin memprioritaskan warga kota dalam mengenyam pendidikan, terutama di sekolah-sekolah negeri favorit. Subardi saat itu sebagai kepala daerah, sambung Agus Animo, bertanggung jawab terhadap orang yang dipimpinnya, dalam hal ini pendidikan warga Kota Cirebon. ”Mana yang lebih melanggar HAM, membatasi warga luar Kota Cirebon atau membiarkan warga Kota Cirebon tidak bisa sekolah di kotanya sendiri,” gugat Agus.
Dia menjelaskan, kuota 90-10 sebenarnya merupakan kearifan wali kota saat itu sebagai bentuk tanggung jawab bagi warganya. Aktivis Warung Diskusi Kebangsaan ini sepakat dengan adanya kompetisi dalam dunia pendidikan. Tapi dia juga mengingatkan bahwa bagi anak didik dari keluarga tak mampu akan mengalami kesulitan karena dihadapkan pada keterbatasan seperti membeli sarana dan tidak mampu membayar les tambahan. “Mau beli buku aja tidak mampu, bagaimana mau berkompetisi. Itu hanya milik orang yang mampu dari segi ekonomi karena bisa membeli segalanya,” katanya.
Jika benar kuota 90-10 dihapus, dia yakin sekolah negeri akan dibanjiri oleh warga luar Kota Cirebon, dan warga kota hanya akan menjadi penonton di kotanya sendiri melihat sekolah negeri diisi oleh warga luar kota. Wali kota selaku pemegang otoritas tertinggi di Kota Cirebon, sambung Agus, memiliki kewenangan yang strategis dalam mengeluarkan produk perwali untuk mengatur pendidikan yang lebih melindungi warga kota, tidak terkecuali bagi warga tidak mampu.
“Mencabut kuota 90-10 adalah kewenangan wali kota, asal dibarengi dengan aturan yang lebih melindungi warga kota dalam bidang pendidikan. Mencabut kuota 90-10 akan melahirkan dampak warga kota tidak bisa bersekolah. Itu sama saja wali kota telah mengkhianati warga kota. Ingat, wali kota dipilih oleh warga Kota Cirebon, tentunya lebih memperjuangkan dan bertanggung jawab terhadap nasib warga Kota Cirebon,” pungkas Agus Animo.

Sumber
Share on Google Plus

About ridwan comunity smpn 6

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Post a Comment