CIREBON, (PRLM).-Pemerintah dituntut untuk membentuk pusat bahasa
Cirebon sebagai badan atau lembaga resmi, yang mengurusi secara khusus
bahasa Cirebon.
Tuntutan tersebut merupakan salah satu poin penting dari 10
rekomendasi hasil Kongres II Bahasa Cirebon yang ditutup Jumat
(28/6/2013).
Pembentukan pusat bahasa Cirebon seperti halnya pusat bahasa lainnya
yang sudah ada, diharapkan bisa menunjang upaya pelestarian bahasa
Cirebon, sebagai bahasa yang mandiri.
Menurut Ketua Panitia Supali Kasim, forum kongres juga meminta
pemertintah daerah, agar lebih memperhatikan bahasa Cirebon, baik untuk
kepentingan pendidikan maupun masyarakat secara luas.
"Pemerintah daerah dimaksud terutama Pemprov Jabar, Pemkot Cirebon, Pemkab Cirebon dan Indramayu," katanya.
Dikatakan Supali, ada sejumlah langkah kongkrit yang bisa ditempuh
pemerintah diantaranya dengan membuka pendikan dan latihan profesi guru
bahasa Cirebon di perguruan tinggi, terutama di wilayah Cirebon.
Ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon (LBSC) Nurdin M. Noer
menegaskan, kehadiran pusat bahasa Cirebon, sudah sangat urgen
direalisasi.
Menurut dia, berdasarkan survey pengguna bahasa Cirebon mencapai 7,8
juta. "Bahasa Cirebon yang formal juga ternyata sekitar 80% menggunakan
kosa kata sansekerta, jadi berbeda dengan bahasa Jawa," kata Nurdin yang
merupakan satu dari sedikit penulis berbahasa Cirebon.
Selama ini, katanya, perhatian cukup besar, terhadap perkembangan
bahasa Cirebon justru dilakukan oleh media massa bukan oleh pemerintah.
"Pelopor penulisan jurnalisme bahasa Cirebon sudah dilakukan oleh
Pikiran Rakyat grup yang menyediakan rubrik bahasa Cirebon melalui koran
lokal yang beredar di wilayah Cirebon sejak tahun 1981 sampai
sekarang," katanya.
Kehadiran pusat bahasa Cirebon, katanya, bakal melancarkan upaya
pembakuan bahasa, yang terdiri parama sastra (tata bahasa), bausastra
(kamus), kesusasteraan dan hal lain yang berkaitan dengan bahasa
Cirebon.
"Karena untuk kepentingan itu semua, perlu dilakukan penelitian.
Kehadiran pusat bahasa Cirebon, bisa menjadi titik tolak dilakukannya
penelitian. Termasuk juga pemetaan dialek dan bahasa Cirebon di wilayah
Cirebon," ujar Nurdin.
Sementara itu budayawan yang juga tampil sebagai narasumber dalam
kongres, Ahmad Syubanudin Alwi mengaku sedikit kecewa dengan hasil
kongres.
Alwi khawatir nasib rekomendasi yang dihasilkan dari kongres II seperti halnya kongres I, yang tidak ada realisasi.
"Seharusnya ada manifesto budaya yang bisa menjadi gebrakan besar,
mewujudkan cita-cita bersama agar bahasa Cirebon bisa tampil seperti
halnya bahasa Jawa dan Sunda," katanya.
Sumber
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar:
Post a Comment