Sudah Tidak Sabar Tunggu UM, Tak Cukup Andalkan Gaji
SUMBER–
Belum cairnya uang makan (UM) sejak Oktober 2012 sampai Januari 2013
dari Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Cirebon, memberi
pengaruh besar pada kinerja para guru. “Kami ini seperti kekurangan
peluru dan nutrisi saat mengajar, semangat mengajar pun berkurang,” ujar
salah satu guru MTs Alwasliyah Sumber Drs H Syapi’i yang berhasil
diwawancarai Radar Cirebon, kemarin.
Guru paling senior di sekolah tersebut menuturkan, pemasukan uang
berupa gaji saja tidak cukup untuk kehidupan sehari-hari, ditambah lagi
adanya kebutuhan anak dan istri. “Jelas galau, bayangkan saja kalau
diitung-itung, mengandalkan gaji bulanan tidak mungkin cukup. Apalagi
sekolah kami adalah swasta,” tuturnya.
Dengan adanya pemberitaan koran ini seputar UM yang belum dibayarkan,
dia berharap Kemenag secepatnya mengambil langkah tepat dan
menuntaskannya. Secara pribadi maupun kelompok, kata Syapi’i, pihaknya
akan menuntut hak-hak pegawai ke Kemanag Kabupaten Cirebon. “Kami dari
Persatuan Guru Madrasah (PGM) Kabupaten Cirebon dalam waktu dekat akan
menuntut Kemenag agar sesegara mungkin untuk mencairkan uang makan,”
jelasnya.
Hal senada diungkapkan Kepala MTs Al-wasliyah, Drs Cecep Jalaludin
MAg. Dia juga mengaku gelisah dengan lambannya proses pencarian UM. Para
guru, kata Cecep, selalu menanyakan kepastian cairnya UM. Sejauh ini
pihaknya hanya bisa meminta para guru untuk bersabar.
Menurutnya, guru yang berhak menerima uang makan adalah guru yang
sudah bersertifikasi, memiliki golongan dan yang masih honor. “Lambat
turunnya uang makan tersebut semestinya tidak menjadi tolak ukur saat
mengajar. Tapi ya itu lagi-lagi kembali pada pribadi masing-masing,” katanya.
Seperti diberitakan, UM selama 4 bulan milik 1.600 pegawai kantor
Kemenag Kabupaten Cirebon belum dibayarkan. Kasubag TU Kantor Kemenag
Kabupaten Cirebon, H Muntakhobul Fuad, mengakui hal itu. Tak
terpenuhinya hak para pegawai sejak bulan Oktober 2012 hingga bulan
Januari 2013 karena ada beberapa kendala. Antara lain kenaikan uang
makan, adanya mutasi, dan bertambahnya pegawai.
“Ini sudah biasa terjadi di lingkungan Kemenag, apalagi saat tiga
bulan terakhir di akhir tahun. Anggaran yang digelontorkan oleh pusat
untuk uang makan bagi 1.600 pegawai hanya bisa memenuhi untuk 9 atau 10
bulan,” ujar Fuad saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (7/2).
Dikatakan, UM yang diterima pegawai berbeda-beda. Untuk golongan IV
jumlah UM sekitar Rp25 ribu per hari, sedangkan di bawah golongan IV
mendapatkan Rp20 ribu per hari. “Dan dari 1.600 pegawai Kemenag
Kabupaten Cirebon, 25 persennya adalah golongan IV,” katanya. Masih
menurut Fuad, penambahan pegawai dan anggaran tidak dapat diprediksi
sejak awal karena pengambilan UM harus dihitung berapa hari pegawai
masuk kerja, dan UM baru bisa diajukan dan diproses di akhir bulan.
Fuad meminta para pegawai untuk bersabar. Apalagi dalam rapat
koordinasi (rakor) pegawai pada bulan lalu sudah disampikan bahwa bakal
ada keterlambatan pencairan UM. “Dan perlu diketahui oleh pegawai, bahwa
banggar kita secara vertikal berhubungan dengan pusat,” pungkasnya.
Pola Pencairan Anggaran Harus Diubah
TERLAMBATNYA proses pencairan anggaran pendapatan
belanja daerah (APBD) Kabupaten Cirebon dan uang makan (UM) di Kantor
Kemenag, dikritisi Direktur Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum Brigade
Bintang Timur (LKBH-BIBIT) Qorib Magelung Sakti SH. Dia mengatakan,
kondisi ini bukan sesuatu yang diharapkan masyarakat. Pasalnya,
terhambatnya pencairan anggaran yang disebabkan oleh proses administrasi
akan menggangu pelayanan terhadap masyarakat. “Ini terutama untuk APBD,
tentu berakibat pada pelayanan terhadap masyarakat,” katanya, kemarin.
Ia mencontohkan, ketika masyarakat ingin membuat surat keterangan
usaha, keterangan domisi dan pelayanan lainnya di kantor kecamatan,
tiba-tiba terhambat lantaran surat atau alat pencetak surat habis atau
rusak. Sementara, anggaran untuk membeli kertas atau memperbaiki alat
cetak tersebut tidak ada. Akibatnya, masyarakat harus menunggu hingga
beberapa hari lamanya, hingga berminggu-minggu. “Apakah hal itu bukan
hambatan, memang terkesan sepele. Tapi, besar pengaruhnya terhadap
masyarakat yang membutuhkan pelayanan itu,” ujarnya.
Pola menunggu pencairan anggaran di tataran birokrasi Kabupaten
Cirebon setiap awal tahun, kata Qorib, harus segera diubah karena
bertentangan dengan prinsip reformasi birokrasi. Dia berpendapat,
pemerintah daerah terutama OPD dan SKPD harus mempunyai dana cadangan
setiap tahunnya guna membiayai operasional kegiatan pemerintah di awal
tahun. Dijelaskan, dana cadangan itu bersumber dari anggaran sisa tahun
lalu. “Jangan sampai awal tahun sangat minim kegiatan dengan alasan tak
ada anggaran, tapi di akhir tahun pemerintah jor-joran menghabiskan
anggaran,” jelasnya.
Akibatanya, sambung Qortib, ketika menyusun laporan anggaran tahunan,
para pegawai bingung melampirkan bukti-bukti keluarnya anggaran.
Karena, kegiatan yang dilakukan terkadang tidak relevan dengan program
kerja mereka. “Akhirnya yang terjadi buang-buang anggaran,” imbuhnya.
Qorib juga mengkritik kebijakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang
cenderung kaku dalam melakukan pemeriksaan.
Salah satunya, setiap anggaran OPD dan SKPD harus habis setiap
tahunnya, jika tidak akan dipertanyakan aliran dana itu. Kebijakan ini
dianggap bertentangan dengan peningkatan pelayanan birokrasi kepada
masyarakat. “Tahun ini agak mendingan, katanya akhir Januari sudah cair,
tinggal persyaratannya saja yang harus dipenuhi oleh OPD dan SKPD. Coba
tahun-tahun lalu, anggaran baru bisa digunakan pada bulan 4 kemudian,
bahkan pertengahan tahun baru digelar. Pengaruhnya, pembangunan
terhambat. Bahkan, untuk infrastruktur seperti jalan harus kejar-kejaran
dengan kondisi cuaca, ini kan ironis. Tujuan baik untuk menghindari penyalahgunaan anggaran, tapi implementasinya sangat tidak baik,” tegasnya.
Lebih jauh dia mengatakan, BPK boleh-boleh saja melakukan kebijakan
itu. Namun, seyogyanya harus memperhatikan dampak yang ditimbulkan.
Sebab, tetap saja yang dirugikan adalah masyarakat. “Kebijakan yang kaku
tidaklah mendatangkan kemaslahatan,” pungkasnya.
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar:
Post a Comment